PERINGATAN PENTING SEPUTAR KESALAHAN DALAM SHALAT
Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barang siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat memberi hidayah. Aku bersaki bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad saw hamba dan utusan Allah.
Bebarapa hal yang biasa dilakukan oleh banyak orang setelah shalat fardhu (wajib) yang lima waktu, tetapi tidak ada contoh dan dalil dari Rasulullah saw dan para Sahabat ridhwaanullaah 'alaihim ajma'iin.
Diantara kesalahan dan bid'ah tersebut ialah:
1. Mengusap muka setelah salam. [1]
2. Berdo'a dan berdzikir secara berjama'ah yang dipimpin oleh imam shalat. [2]
3. Berdzikir dengan bacaan yang tidak ada nash/dalilnya, baik lafazh maupun bilangannya, atau berdzikir dengan dasar yang dha'if (lemah) atau maudhu (palsu).
Contoh:
- Sesudah salam membaca: "Alhamdulillaah."
- Membaca al-Faatihah setelah salam.
- Membaca beberapa ayat terakhir surat al-Hasy dan lainnya.
4. Menghitung dzikir dengan memakai biji-bijian tasbih atau serupa dengannya. Tidak ada satu pun hadits yang shahih tentang menghitung dzikir dengan biji-bijian tasbih, bahkan sebagainya maudhu (palsu).[3] Syaikh al-Albani rahimallahu mengatakan: "Berdzikir dengan biji-bijian tasbih adalah bid'ah."[4]
Syaikh Bakr Abu Zaid mengatakan bahwa berdzikir dengan menggunakan biji-bijian tasbih menyerupai orang-orang Yahudi, Nasrani, Budha, dan perbuatan ini adalah bid'ah dhalaalah.[5]
Yang disunnahkan dalam berdzikir adalah dengan menggunakan jari-jari tangan: "Dari Abdullah bin 'Amr, ia berkata: 'Aku melihat Rasulullah saw menghitung bacaan tasbih (dengan jari-jari) tangan kanannya.'"[6]
Bahkan, Nabi saw memerintahkan para Sahabat wanita menghitung; Subhanallah, al-hamdulillaah, dan mensucikan Allah dengan jari-jari, karena jari-jari akan ditanya dan diminta untuk bicara (pada hari Kiamat).[7]
5. Berdzikir dengan suara keras dan beramai-ramai (bersamaan/berjama'ah).
Allah swt memerintahkan kita berdzikir dengan suara tidak keras (QS. Al-A'raaf ayat 55 dan 205, lihat Tafsiir Ibni Katsir tentang ayat ini).
Nabi saw melarang berdzikir dengan suara keras sebagaimana diriwayatkan oleh Imam -al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain.
Imam Asy-Syafi'i menganjurkan agar imam atau makmum tidak mengeraskan bacaan dzikir.[8]
6. Membiasakan/merutinkan do'a setelah shalat fardhu (wajib) dan mengangkat tangan pada do'a tersebut, (perbuatan ini) tidak ada contohnya dari Rasulullah saw.[9]
7. Saling berjabat tangan seusai shalat fardhu (bersalam-salaman). Tidak ada seorang pun dari Sahabat atau Salafush Shalih yang berjabat tangan (bersalam-salaman) kepada orang disebalah kanan atau kiri, depan atau belakangnya apabila mereka selesai melaksanakan shalat. Jika seandainya perbuatan itu baik, maka akan sampai (kabar) kepada kita, dan ulama akan menukil serta menyampaikannya kepada kita (riwayat yang shahih).[10]
Para ulama mengatakan: "Perbuatan tersebut adalah bid'ah."[11]
Berjabat tangan dianjurkan, akan tetapi menetapkannya di setiap selesai shalat fardhu tidak ada contohnya, atau setelah shalat shubuh dan 'Ashar, maka perbuatan ini adalah bid'ah. [12]
Wallahu a'lam bish Shawaab.
[1] Lihat silsilah al-Ahaadiits adh-Dha;iifah wal Maudhuu'ah (no. 660) oleh Imam al-Albani.
[2] Al-I'tishaam, Imam asy-Syathibi (hal. 455-456) tahqiq Syaikh Salim al-Hilali, Fataawa al-Lajnah ad-Daa-imah (VII/104-105), Fataawa Syaikh bin Baaz (XI/188-189), as0Sunan wal Mub-tada'aat (hal. 70). Perbuatan ini bid'ah, (al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa-il Mushalliin (hal. 304-305)).
[3] Lihat Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha'iifah wal Maudhuu'ah (no. 83 dan 1002).
[4] Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha'iifah (I-185).
[5] As--Subhah Taariikhuha wa Hukmuha (hal. 101), cet. 1, Daarul 'Ashimah 1419 H-Syaikh Bakr bin 'Abdillah Abu Zaid
[6] Hadits Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 1502), dan at-Tirmidzi (no. 3486), Shahih at-Tirmidzi (III/146, no. 2714), Shahih Abi Dawus (I/280, no. 1330), al-Hakim (I/547), dan al-Baihaqi (II/253).
[7] Hadits Hasan, riwayat Abu Dawus (no. 1501), at-Tirmidzi (no. 3486), dan al-Hakim (I/547). Disahkan oleh Imam an-Nawawi dan Ibnu Hajar al-'Asqalani.
[8] Lihat kitab Fat-hul Baari (II/326) dan al-Qaulul Mubiin (hal. 305).
[9] Lihat Zaadul Ma'aad (I/257) tahqiq al-Arna'uth. Majmuu' Fataawa, Syaikh bin Baaz (XI/167-168).
[10] Tamaamul Kalaam fi bid'iyyatil Mushaafahah ba'das Salaam -DR. Muhammad Musa Alu Nasr.
[11] Al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa-il Mushalliin (hal. 293-294) -Syaikh Masyhur Hasan Salman.
[12] Al-Qaulul Mubiin fii Akhthaa-il Mushalliin (hal. 294-295) dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (I/53).
Posting Komentar untuk "PERINGATAN PENTING SEPUTAR KESALAHAN DALAM SHALAT"
Komentar akan ditampilkan di halaman ini, diharapkan sopan dan bertanggung jawab.
Kami berhak menghapus komentar yang tidak layak ditampilkan. Terima Kasih.